Minggu, 09 September 2012

26 Asosiasi Industri Protes Kenaikan Tarif Pemeriksaan Kargo

Sebanyak 26 asosiasi di bidang industri protes terhadap kenaikan tarif pemeriksaan kargo angkutan udara. Mereka keberatan karena kenaikan itu akan memangkas daya saing bidang logistik di Indonesia.

"Ada 26 asosiasi atas prakarsa saya bertemu dengan kemenhub (kementerian perhubungan), karena peraturan itu memang harus dikeluarkan tetapi jangan menjadi birokrasi yang panjang dan cost-nya lebih tinggi," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat usai rakor di kantor menko perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (7/9/2011).

Hidayat mengatakan sangat mengerti terhadap keberatan para pelaku usaha karena mengurangi daya saing. Ia mengusukan agar Regulated Agent/RA ditambah jumlahnya seperti yang terjadi di Australia yang jumlahnya hingga ratusan.

"Kalau di sini cuma 6 ya jadi mesti dibuka juga sedemikian rupa sehingga birokrasinya lancar ongkosnya juga lebih murah," katanya.

Ia mengaku menjadi orang yang keberatan terhadap kenaikan tarif tersebut. Hal ini juga akan mempengaruhi harga produk industri di dalam negeri.

"Kalau perindustrian kita keberatan, karena produk-produk industri kita harus dijual dengan harga yang kompetitif bukan ditambahi lagi dengan biaya pelabuhan investigasi mekipun itu perlu ya," katanya.

Angkasa Pura II (Persero) cabang Bandara Soekarno-Hatta mulai mengoperasikan keagenan inspeksi (Regulated Agent/RA) terhitung 3 September 2011. Sesuai pelaksanaan aturan RA tersebut untuk meningkatkan keamanan penerbangan, nantinya seluruh kargo yang akan diangkut dalam pesawat harus diperiksa oleh RA.

Pengoperasian keagenan inspeksi tersebut merujuk pada Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan No: AU/9392/DKP.926/VII/2011 tertanggal 25 Agustus 2011, tentang Pemberian Izin PT Angkasa Pura II sebagai Regulated Agent Sementara.

"Sertifikat izin pengoperasian RA yang diberikan Dirjen Perhubungan Udara kepada AP II berlaku selama tiga bulan, terhitung sejak tanggal penerbitan," ungkap Senior General Manager PT Angkasa Pura II (Persero) cabang Bandara Soekarno-Hatta, Sudaryanto beberapa waktu lalu.

Menurutnya, kurun waktu tiga bulan tersebut diberikan seiring dilakukannya pembentukan badan hukum baru berbentuk perseroan terbatas (PT) oleh Angkasa Pura II sebagai pengelola RA ke depan. Saat ini, status badan hukum RA yang dikelola AP II adalah unit bisnis strategis (SBU) yang berada di dalam struktur organisasi Kantor Cabang Bandara Soekarno-Hatta.

AP II akan mengenakan tarif jasa inspeksi dengan harga paket promosi sebesar Rp 250/kg selama 6 bulan. Sebelumnya pemeriksaan barang kargo dan pos oleh agen pemeriksa atau regulated agent, tarif pengiriman pos udara rata-rata hanya Rp 60 per kg.

Tarif yang dilegitimasi Dirjen Perhubungan Udara tersebut, antara lain mencakup biaya Security Charge, biaya loading/unloading, biaya penggunaan fasilitas, serta biaya distribusi dari area inspeksi ke Gudang Lini 1.

"Lokasi Regulated Agent AP II berada di area Gudang Duty Free, di dalam kawasan Pergudangan Bandar Udara Soekarno-Hatta," imbuhnya.

Industri Jasa Kurir Tumbuh 5%


Industri jasa titip dan kurir diperkirakan tumbuh sekitar lima persen pada tahun ini. "Memang ada penurunan pertumbuhan dibandingkan tahun lalu, tapi industri ini tetap bergerak dan eksis di tengah krisis," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspress Indonesia (Asperindo) Syarifuddin dalam media briefing di Jakarta.

Pertumbuhan industri jasa tersebut mengalami pertumbuhan sebesar enam hingga tujuh persen dari nilai pasar sekitar Rp 6 triliun. Sedangkan penurunan pertumbuhan akibat perlambatan ekonomi yang menyebabkan arus barang secara volume anjlok hingga 30 persen.

Asperindo meminta, pemerintah segera menyusun cetak biru (blue print) logistik Indonesia. "Agar semua regulasi yang terkait bidang usaha logistik bisa lebih cepat dan efisien," kata Ketua Umum Asperindo M Kadrial.

Menurutnya, sehingga tidak benar jika cetak biru logistik hanya menjadi domain Menteri Perdagangan. "Ini pekerjaan interdepartemen, ada Depkominfo, Dephub, Dephumham, Depkeu, bahkan asosiasi juga perlu dilibatkan," ujar Kadrial.

Kadrial membantah, jika penyusunan cetak biru logistik dimaksudkan untuk membentuk undang-undang baru tentang logistik. "Blue print arahannya tidak untuk membentuk UU Logistik, tapi bagaimana bisa mensinkronkan antarundang-undang," kata dia.

antique.putra@vivanews.com

TENTANG INDUSTRI KAPAL DI INDONESIA


Indonesia adalah merupakan negara kepulauan yang mana dua pertiga wilayahnya berupa perairan atau lautan, dan tersusun dari tujuhbelas ribuan pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Panjang garis pantai yang dimiliki pun mencapai lebih dari 81 ribuan kilometer, maka sudah sepatutnya bila bangsa Indonesia memanfaatkan secara optimal seluruh potensi laut guna mewujudkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia. Dan, pada masa economic recovery seperti sekarang ini, perlu adanya langkah-langkah konkrit dan lebih inovatif yang harus diupayakan oleh semua pihak, baik itu pemerintah maupun swasta, agar dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam memperbaiki kondisi perekonomian Negara Kesatuan Repulbik Indonesia (NKRI). Maka peran potensi kelautan adalah sangat vital untuk lebih dikembangkan di masa-masa mendatang.

Pembangunan industri berbasis kelautan mencakup beberapa sektor meliputi 
Jasa Transportasi Laut
Jasa Penyeberangan
Perikanan Tangkap
Minyak & Gas Lepas Pantai
Sumber Hayati Laut
Pariwisata Laut
Konversi Energi,
dsb. 
yang mana secara keseluruhan Pembangunan industri berbasis kelautan baik pengelolaan maupun operasionalnya membutuhkan fasilitas pendukung, yaitu kapal-kapal dengan berbagai tipe tertentu yang mampu melayani kepentingan tersebut.

Di sub-sektor jasa transportasi laut dibutuhkan kapal-kapal dengan tipe General Cargo, Container, Bulk Carrier, Tug Boat, Barge, dll. untuk mendukung kegiatan transpotasi laut mulai dari muatan barang hingga muatan curah. Keberadaan armada kapal-kapal tersebut merupakan suatu mata rantai dari proses perpindahan muatan dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya sebagai akibat dari kegiatan “jual-beli“ antara seller dan buyer. Demikian juga halnya dengan subsektor jasa penyeberangan / ferry yang secara jelas membutuhkan armada penyeberangan, berupa kapal-kapal dengan tipe Passengers Ferry, Car & Passenger Ferry, Fast Ferry, LCT, dll untuk melayani kepentingan penyeberangan tersebut. Fungsi utama kapal penyeberangan ini adalah sebagai “jembatan terapung“ yang menghubungkan dua atau lebih wilayah / pulau, sehingga masyarakat di wilayah / daerah tersebut dapat mengurangi ketertinggalannya terhadap masyarakat di wilayah / daerah lainnya. 

Fungsi berikutnya adalah untuk dapat lebih meningkatkan pendapatan / laju pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah sebagai akibat dari terbukanya jalur transportasi antar wilayah / daerah / pulau tersebut.

Potensi Perikanan Tangkap / Laut merupakan asset nasional yang sangat tinggi nilainya, maka sudah selayaknya apabila sub-sektor ini lebih dioptimalkan pengelolaannya. Kondisi di lapangan yang terjadi saat ini adalah banyaknya ikanikan di perairan Indonesia yang dicuri oleh nelayan-nelayan asing yangmana nilainya dapat mencapai miliar-an US Dollar. Sehingga kebutuhan terhadap armada perikanan tangkap sangat tinggi, khususnya kapal-kapal ikan yang berkemampuan operasi hingga 200 mil laut. Ditinjau dari segi ukuran tonnase kapal, kebutuhannya juga variatif mulai dari 10 GT, 30 GT, 70 GT, hingga diatas 120 GT, dan jika ditinjau dari aspek fungsi maka kebutuhannya adalah kapal penangkap ikan (Fishing Vessels ) dan kapal pengangkut ikan (Fish Carriers ).


Di sektor Pertambangan, keberadaan kapal juga memegang peranan yang sangat penting. Hal ini terkait dengan aktivitas transportasi mulai dari hasil tambang, peralatan maupun tenaga kerja. Adapun jenis kapal yang dibutuhkan, antara lain : Oil Tankers, Barges, Liquid Carriers, Offshore Support Vessels, Survey Vessels, dsb. Sementara itu, pada Sektor Pariwisata khususnya wisata bahari, kebutuhan terhadap armada kapal juga relatif besar. Tipe kapal yang dibutuhkan menyesuaikan dengan fokus wisata bahari yang akan dikembangkan, seperti misalnya Kapal-kapal tipe Phinisi (bahan baku kayu) saat ini banyak yang dimodifikasi desainnya menjadi kapal-kapal pesiar (sea-safari cruise, di Surabaya).

Secara keseluruhan kebutuhan dari unit-unit kapal tesebut harus mampu diantisipasi oleh galangan-galangan kapal (industri perkapalan) yang ada di Indonesia, yangmana bila dikategorikan terdiri dari : (a) Galangan Kapal – Besar (Kelas Fasilitasnya diatas 10.000 Ton), (b) Galangan Kapal – Menengah (Kelas Fasilitasnya dalam range 500 s.d. 10.000 Ton), (c) Galangan Kapal – Kecil (Kelas Fasilitasnya dibawah 500 Ton).

Sumber : Klik Disini

 

Kompas

Majalah Pelaut